Rumah-Rumah Antik Batupasi

BST_5947Sebagai kawasan kota tua, Kelurahan Batupasi mewarisi rumah-rumah antik. Sepanjang Jalan Pangeran Diponegoro dan Jalan Andi Mackulau, rumah-rumah antik ini menjadi saksi bisu perkembangan Kota Palopo.

Rumah milik Noni Daeng Kebo, misalnya. Rumah bergaya artdeco yang berada di Jalan Pangeran Diponegoro ini dibangun awal 1960. Bangunannya menggunakan campuran kapur, pasir dan batu bata. Warna rumahnya masih mempertahankan warna aslinya, putih bersih. Rumah yang diarsiteki oleh seorang Pak Haji ini konon diinspirasi dari beberapa rumah yang berada di Jalan Serui, Jalan Sulawesi dan Jalan Lembeh di Makassar.

“Rumah ini dibangun suami saya. Yang pertama di sini bangun rumah itu kami. Sebelum dibangun, di sini dulunya lapangan bulutangkis. Dulu-dulu itu gerombolan sering muncul dari belakang, lewat sungai. Makanya banyak yang takut bangun rumah di sini”, kisah Noni Daeng Kebo.

Ibu berusia 73 tahun ini menambahkan bahwa dahulu kala suaminya, Haerul Bau, adalah pedagang rotan. Saat itu, komoditas rotan masih menjadi andalan Palopo. Keluarga mereka bahkan memiliki tempat usaha di Jalan Landau dan juga sebuah gudang di samping Syahbandar.

BST_5949Rumah berlantai dua ini sendiri memiliki 2 kamar. Kamar tidur, dapur dan sebuah ruang tamu besar berada di bawah. Sedangkan ruang keluarga besar berada di lantai atas. Total bangunan setelah ditambah adalah 25×6 meter. Di belakang rumah Noni Daeng Kebo ini, masih ada beberapa meter lahan. Ia memilih menanaminya dengan beberapa pohon pisang.

“Dulu di sini namanya Jalan Cung Sang. Setelah itu berubah menjadi Jalan Trisakti lalu berganti menjadi Jalan Pangeran Diponegoro. Seingat saya, baru tahun 80-an diaspal”, kata Noni Daeng Kebo.

Di rumah ini, Noni Daeng Kebo kini tinggal bersama 5 orang keluarganya. Bersebelahan dengannya, tinggal pula saudara suaminya yang bernama Junaidi Bau. Almarhum suaminya yang wafat tahun 1996 lalu memang tidak meninggalkan pesan khusus untuk rumah antik ini. Sejalan dengan itu, Noni Daeng Kebo pun memilih untuk tidak memugar rumahnya itu. Ia memilih mempertahankan bentuk aslinya.

Tidak jauh dari rumah antik milik Noni Daeng Kebo yang masuk dalam Kelurahan Batupasi, di Jalan Andi Mackulau juga masih berdiri rumah milik pasangan Herman Sulistyo (65) dan Rosalina (58). Rumah ini lebih tua dibanding rumah sebelumnya. Dibangun tahun 1947, beberapa bagian sudah tidak asli lagi. Bagian yang telah dirubah total adalah atap. Dahulu, rumah ini beratap sirap yang kemudian diganti seng.

BST_5959“Sudah ada 5 generasi yang tinggal di sini. Dulu yang bangun rumah ini kakek saya, namanya Yo Teking. Sekarang, saya sudah bercucu. Cucu-cucu saya biasa nginap juga di sini”, kata Rosalina .

Rosalina berkisah, kakeknya bernama Yo Teking, dan neneknya bernama Wong Yek Song. Mereka adalah warga keturunan Tiongkok. Di Palopo mereka juga menjalankan bisnis perdagangan rotan. Jejak usahanya masih bisa dilihat di bagian belakang rumah antik itu. Di sana memang ada gudang untuk penyimpanan hasil bumi. Yo Teking sendiri wafat pada 22 Desember 1966, sedangkan istrinya pada tahun 80-an.

Di depan rumah Rosalina dulunya terdapat beberapa rumah-rumah panggung. Hal itu disebabkan karena daerah tersebut memang dikelilingi oleh rawa-rawa. Sebelum menjadi Jalan Andi Mackulau, jalan di depan rumah Rosalina bernama Jalan Andi Djemma. Ia juga mengatakan bahwa dulu jalan itu juga bernama Jalan Komedi.

“Di sini dulu cukup ramai karena kami berbatasan langsung dengan Bioskop Apollo di sebelah. Katanya, kakek kami yang pertama bangun rumah batu di sini”, kisah Rosalina.

Rumah di atas lahan seluas 40×16 meter ini memiliki 3 kamar tidur. Rosalina memiliki niat untuk menjual rumah antik tersebut dengan harga Rp 3 Miliar. Ia mengaku saat ini lebih banyak beraktifitas di Makassar. Rumah itu bahkan sering kosong.

BST_5954Rumah-rumah antik sepanjang Batupasi kini memasuki senja kala. Mereka semakin renta dan rapuh. Pada saat yang sama, mereka menjadi saksi perubahan-perubahan sosial ekonomi Kota Palopo. Jika rumah-rumah ini terjual, tidak tertutup kemungkinan akan diubah menjadi rumah toko—sebagaimana bangunan-bangunan lain di sekitarnya. Ketika itu terjadi, praktis kita akan kehilangan citra Kota Palopo sebagai salah satu kota tua yang tumbuh sejak abad 17. Akhirnya, generasi mendatang kemudian takkan pernah bercerita dan memamerkan keagungan masa lalu Palopo. Semoga saja hal itu tidak terjadi.

Laporan: Zulham A. Hafid

Leave a comment